Fenomena sampah di Kota Sukabumi seperti tak berujung. Dari 66.345.722 liter per hari pada tahun 2022, timbulan sampah Kota Sukabumi terus mengalami kenaikan dan diproyeksikan mencapai 73.458.699 liter per hari pada 2030. Ini artinya terdapat peningkatan volume sampah 1,3% setiap tahunnya. Selama ini, proses pengolahan sampah Kota Sukabumi masih menggunakan sistemopen dumping–angkut dan tumpuk di TPA. TPA Cikundul, yang seharusnya hanya menampung 130 ton sampah per hari, kini sudah melampaui kapasitas penyimpanan sampah hingga 200 ton per hari. Kondisi ini menggambarkan penanganan sampah Kota Sukabumi belum memadai untuk menghadapi pertumbuhan volume sampah.
Peraturan Daerah Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Kota Sukabumi 2024-2054 telah menghasilkan rekomendasi lokasi TPA baru berdasarkan hasil analisis tahun 2019. Alih-alih turut merekomendasikan hal yang sama, Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2022-2042 hanya menargetkan perluasan TPA lama tanpa rincian teknis mengenai luas dan kapasitas. Inkonsistensi ini menegaskan bahwa arah kebijakan sampah di Kota Sukabumi belum terintegrasi, sementara pengelolaan sampah membutuhkan alternatif strategi yang komprehensif dan berbasis data, bukan sekadar angkut-tumpuk di TPA lama. Di sisi lain, adanya kedua kebijakan pembangunan tersebut mestinya dapat menjadi rujukan teknis arah pembangunan kota 20 tahun mendatang.
Tanpa integrasi, kebijakan hanya menjadi tambal sulam yang menunda solusi. Situasi ini ibarat kapal dengan dua nahkoda: satu mengarahkan ke timur, satu lagi ke barat. Kapal terus berputar di laut dan tak pernah sampai pelabuhan, sementara beban sampah terus menumpuk. Pertanyaannya, jika RPPLH dan RTRW sendiri berjalan dengan arah berbeda, masih adakah nilai nyata dari kedua kebijakan ini bagi pengelolaan sampah di Sukabumi? Atau publik hanya disuguhi dokumen administratif tanpa solusi, sementara tumpukan sampah semakin menjadi warisan problematik yang tak kunjung selesai?