Generic selectors
Exact matches only
Search in title
Search in content
Post Type Selectors
Srawung Demokrasi 2

Srawung Demokrasi #2 Potensi dan Tantangan Waste to Energy

Yogyakarta – Suryakanta Institute kembali menggelar program unggulanSrawung Demokrasi edisi kedua dengan tema “Waste to Energy”, yang berlangsung di Garduaction Parangkusumo, Yogyakarta, pada Sabtu (27/9).

Acara yang diikuti puluhan peserta dari kalangan peneliti Suryakanta, perwakilan Garduaction, hingga masyarakat setempat ini berlangsung sekitar dua jam. Kegiatan tersebut menjadi pengantar riset terbaru Suryakanta Institute mengenai persoalan sampah sekaligus ruang refleksi atas tantangan lingkungan.

Diskusi dipandu oleh Maulida Meilana, peneliti Suryakanta Institute, dan menghadirkan narasumber Agustinus Moruk Taek selaku Direktur Suryakanta Institute, Budianto dari Garduaction, serta Kus Asri Antoro yang dikenal sebagai aktivis lingkungan. Berlokasi di kawasan pesisir, forum ini menyoroti peluang pengelolaan sampah sebagai sumber energi terbarukan sekaligus mengulas tantangan implementasinya.

Agustinus Moruk Taek membuka diskusi dengan menekankan urgensi intervensi kebijakan dalam pengelolaan sampah.“Sampah akan selalu ada dan menjadi masalah jika tidak dikelola dengan baik. Kita perlu kebijakan yang jelas untuk mengatasinya,” ujar Agustinus.

Sementara itu, Maulida Meilana memaparkan hasil mini survei Suryakanta Institute mengenaiWaste to Energy yang melibatkan lebih dari 100 responden. Hasil survei menunjukkan 91,43 persen responden mendukung pengembangan teknologi ini, sementara 8,57 persen menilainya belum menjadi solusi ideal. Namun, survei juga mencatat adanya polarisasi: 50,48 persen responden optimistis target 2029 dapat tercapai, sedangkan 49,52 persen lainnya meragukan kelayakan waktu tersebut.

Keresahan itu diperkuat oleh pandangan Kus Asri Antoro. Ia menyoroti ancamangreenwashing dalam proyek lingkungan semacamWaste to Energy.“Greenwashing merusak kepercayaan publik dengan citra ramah lingkungan yang tidak sesuai realitas,” tegas Kus.

Sebagai alternatif, Kus mengusulkan pendekatan inovatif, misalnya melibatkan ahli biologi untuk mencari metode baru dalam mengolah sampah atau menemukan bahan pengganti plastik. Ia menekankan perlunya pendekatan holistik yang mengutamakan akuntabilitas, transparansi, serta evaluasi siklus hidup agar proyekWaste to Energy benar-benar berkontribusi pada keberlanjutan.

Dalam kesempatan yang sama, Budianto menyampaikan pandangannya sebagai perwakilan Garduaction yang turut mengelola sampah di lapangan. Menurutnya, pemerintah memang telah memberikan bantuan berupa peralatan, namun tidak disertai pendampingan dan pemantauan yang memadai sehingga hasilnya kurang efektif. Ia menilai, dukungan berupa pendampingan berkelanjutan dan evaluasi yang konsisten akan lebih ideal agar upaya pengelolaan sampah dapat berjalan secara berkesinambungan.

Diskusi ini juga menghasilkan sejumlah rekomendasi. Bagi perusahaan, penting untuk berinvestasi pada teknologi yang mendukung transparansi rantai pasok, audit independen, dan publikasi hasil yang jujur. Sementara itu, pemerintah didorong untuk menerbitkan kebijakan tegas terkait klaim lingkungan, memberikan sanksi bagi pelakugreenwashing, serta mendorong proyekWaste to Energy agar terintegrasi dengan strategi pengelolaan limbah berbasis hierarki.

Melalui edisi keduaSrawung Demokrasi, Suryakanta Institute tidak hanya menghadirkan ruang diskusi, tetapi juga menegaskan komitmennya dalam mendorong solusi nyata bagi isu lingkungan. Dengan menggali potensiWaste to Energy sekaligus mengkritisi praktikgreenwashing, diskusi ini mengajak publik untuk berpikir kritis tentang masa depan pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Diskusi ditutup dengan aksi bersih pantai di kawasan Parangkusumo.