Siapa yang tidak kenal Nasi Padang? Dari warung sederhana di pinggir jalan hingga restoran mewah, Nasi Padang selalu berhasil mencuri perhatian. Popularitasnya tidak hanya terbatas di Indonesia, tetapi juga menjalar ke berbagai negara, seperti Malaysia, Singapura, bahkan beberapa kota di Eropa. Pada tahun 2017, rendang sebagai lauk ikonik yang selalu hadir di meja Nasi Padang dinobatkan sebagai salah satu makanan terenak di dunia, menyusul nasi goreng di peringkat kedua. Lalu, apa yang membuat Nasi Padang bisa begitu digemari dan tetap bertahan sebagai makanan favorit?
Asal Usul Rumah Makan Padang
Sejarah Nasi Padang tidak bisa dilepaskan dari masa kolonial Belanda. Pada abad ke-19, Padang menjadi pusat administrasi dan ekonomi Sumatera Barat. Pemerintah kolonial membangun jalan-jalan untuk memperlancar perdagangan, lengkap dengan pos-pos peristirahatan atau pesanggrahan di sepanjang rute.
Di sinilah cikal bakal rumah makan Padang lahir, berupa warung sederhana yang menyajikan nasi dan lauk untuk para pedagang serta pekerja. Awalnya, hidangan yang ditawarkan cukup sederhana, seperti ayam, ikan, telur, dan sayuran. Seiring waktu, variasi lauk semakin bertambah hingga mencakup rendang, gulai, dan ayam pop yang kini menjadi ikon.
Tonggak penting penyebaran Nasi Padang terjadi pada tahun 1940-an, ketika seorang pengusaha bernama Siti Fatimah membuka rumah makan Padang di Jakarta. Popularitas hidangan ini semakin meningkat setelah peristiwa Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) pada tahun 1961, yang memicu eksodus besar-besaran masyarakat Minangkabau ke Pulau Jawa dan daerah lain.
Banyak perantau Minang kemudian membuka rumah makan sebagai mata pencaharian dengan membawa cita rasa khas kampung halaman mereka ke berbagai penjuru Indonesia.
Kenapa Disebut Nasi Padang?
Sebelum dikenal dengan sebutan Nasi Padang, hidangan khas ini disajikan di lapau nasi, kedai nasi, atau los lambuang. Penyebutan Nasi Padang mulai populer pada akhir 1960-an, pasca-pemberontakan PRRI. Menurut sejarawan Minangkabau, Profesor Gusti Asnan, setelah PRRI berakhir, tindakan keras pemerintah pusat membuat banyak warga Minangkabau merasa tertekan di kampung halaman sendiri. Akibatnya, banyak yang merantau dan mengganti identitas etnik mereka dari Minangkabau menjadi Padang untuk menghindari stigma.
Perubahan ini juga terlihat dalam penamaan rumah makan. Istilah rumah makan Padang menjadi populer sebagai representasi kuliner Minangkabau di perantauan. Nama Padang dipilih karena kota ini merupakan pusat administrasi dan perdagangan di Sumatera Barat, sehingga mudah dikenali oleh masyarakat luas. Proses ini tidak hanya mengubah penamaan, tetapi juga memperkuat identitas nasi Padang sebagai kuliner yang mewakili kekayaan budaya Minang.
Mengapa Nasi Padang Ada di Mana-Mana?
Nasi Padang kini bisa ditemukan hampir di setiap sudut Indonesia, mulai dari warung sederhana hingga restoran mewah, bahkan hingga ke mancanegara. Fenomena ini erat kaitannya dengan budaya merantau masyarakat Minangkabau. Laki-laki Minang dikenal memiliki tradisi meninggalkan kampung halaman untuk mencari pengalaman dan penghidupan di daerah lain. Dalam perantauan, mereka membawa keahlian memasak dan resep khas Minangkabau.
Menurut Gusti Asnan, hampir semua laki-laki Minang pandai memasak, sehingga membuka rumah makan menjadi pilihan usaha yang praktis dan menguntungkan. Sejak era kolonial Belanda, perantau Minang sudah membuka warung makan di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Popularitas nasi Padang semakin melonjak pada 1960-an dan 1970-an, seiring bertambahnya jumlah perantau pasca-PRRI.
Faktor lain yang mendukung penyebaran Nasi Padang adalah harganya yang relatif terjangkau dan cita rasanya yang cocok di lidah masyarakat Indonesia. Selain itu, kecepatan pelayanan di rumah makan Padang menjadikannya pilihan favorit bagi mereka yang mencari makanan lezat dalam waktu singkat.
Jenis Pelayanan Nasi Padang
Nasi Padang memiliki sistem pelayanan yang unik sehingga membedakannya dari kuliner lain. Terdapat dua jenis pelayanan yang biasa ditemui di rumah makan Padang:
- Metode Pesan (Ordering)
Dalam metode ini, pelanggan mendatangi etalase atau jendela display untuk memilih lauk yang diinginkan. Pelayan kemudian menyiapkan pesanan dan menyajikannya di meja. Metode ini umum ditemukan di warung atau restoran kecil, di mana pelanggan biasanya datang sendiri untuk memesan. Sistem ini praktis dan memungkinkan pelanggan untuk memilih sesuai selera dan anggaran. - Metode Hidang (Serving)
Metode hidang adalah pengalaman yang lebih meriah, sering ditemukan di restoran Padang yang lebih besar. Begitu pelanggan duduk, pelayan akan membawa tumpukan piring kecil berisi berbagai lauk, mulai dari rendang, gulai ayam, sambal balado, hingga sayuran rebus. Piring-piring ini disusun di meja secara prasmanan dan pelanggan bebas memilih lauk yang ingin disantap. Yang menarik, pelanggan hanya membayar apa yang mereka konsumsi. Metode ini sangat cocok untuk makan bersama keluarga atau teman, menciptakan suasana ramai dan hangat.
Mengapa Nasi Padang Digemari Masyarakat Indonesia?
Nasi Padang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas kuliner Indonesia, dan ada beberapa alasan mengapa hidangan ini begitu digemari.
- Cita rasanya yang kaya dan kompleks mampu memikat lidah berbagai kalangan. Perpaduan rempah-rempah, santan, dan cabai menciptakan harmoni rasa pedas, gurih, dan sedikit manis yang sulit ditolak.
- Keberagaman lauk memungkinkan pelanggan menyesuaikan pilihan sesuai selera dan anggaran. Dari rendang yang mewah hingga sayur kol yang sederhana, Nasi Padang menawarkan fleksibilitas yang cocok untuk semua kalangan, mulai dari remaja hingga dewasa.
- Tradisi pelayanan yang ramah dan cepat membuat Nasi Padang menjadi pilihan praktis di tengah kesibukan sehari-hari.
- Keberadaan Nasi Padang yang mudah ditemui, baik di warung sederhana maupun restoran, membuat hidangan ini sangat mudah diakses. Harga yang terjangkau, porsi yang mengenyangkan, menjadikan Nasi Padang sebagai comfort food favorit masyarakat Indonesia.