Generic selectors
Exact matches only
Search in title
Search in content
Post Type Selectors
tax amnesty

Menkeu Purbaya Tolak Tax Amnesty Jilid III: Cukup 2 Kali Saja

Wacana pengampunan pajak atautax amnesty jilid III kembali mencuat setelah Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Amnesti Pajak masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Topik ini menjadi sorotan di tengah penolakan dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, kebijakan ini dinilai berpotensi merusak kepatuhan pajak dan kredibilitas pemerintah.Indonesia sebelumnya telah dua kali melaksanakan tax amnesty pada 2016 dan 2022.

Kontroversi WacanaTax Amnesty Jilid III

Isu mengenai tax amnesty jilid III mulai ramai dibicarakan sejak akhir 2024, setelah RUU Pengampunan Pajak tercatat dalam long list Prolegnas 2025–2029 pada urutan ke-64. Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Martin Manurung, menjelaskan bahwa RUU ini merupakan bagian dari pembahasan RUU Keuangan Negara yang diusulkan Komisi XI DPR.

Sementara itu, Ketua Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, menegaskan bahwa pencantuman RUU tersebut lebih bersifat administratif. Menurutnya, pencatatan dalam daftar diperlukan agar pembahasan bisa dilakukan sewaktu-waktu jika ada kebutuhan. “Kalau sewaktu-waktu ada kebutuhan, tidak mungkin kita bahas kalau tidak disiapkan. Kalau tidak dibutuhkan, ya tidak diproses,” ujar Misbakhun, dikutip Harian Kompas.

Di sisi lain, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menolak wacana ini. Menurutnya, penyelenggaraan tax amnesty secara berulang justru memberi sinyal yang salah kepada wajib pajak, seolah melanggar kewajiban pajak diperbolehkan karena akan ada pengampunan di masa mendatang.

“Kalau ada tax amnesty setiap beberapa tahun, nanti semuanya menyelundupkan duit, terus tiga tahun lagi ada tax amnesty. Jadi, pesannya kurang bagus,” tegas Purbaya.

Alasan Penolakan Menkeu

Purbaya menegaskan bahwa pengampunan pajak yang digelar berulang justru merusak kredibilitas program dan mendorong perilaku tidak patuh di kalangan wajib pajak. Ia khawatir kebijakan ini menjadi insentif bagi pengemplang pajak untuk sengaja menyembunyikan aset sambil menunggu kesempatan tax amnesty berikutnya. “Kalau dua tahun ada tax amnesty, itu akan memberi insentif kepada orang-orang untuk kibul-kibul,” tegasnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat malam (19/9/2025).

Tax amnesty memungkinkan wajib pajak melaporkan harta yang belum diungkap dengan membayar uang tebusan, sebagai ganti penghapusan tunggakan pajak, sanksi administrasi, dan sanksi pidana. Namun, ia menilai kebijakan ini lebih menguntungkan pengemplang pajak ketimbang mendorong kepatuhan. “Pandangan saya begini, kalau amnesty berkali-kali gimana jadi kredibilitas amnesty? itu memberikan signal ke para pembayar pajak bahwa boleh melanggar nanti ke depan-ke depan ada amnesty lagi. Kira-kira begitu,” kata Purbaya.

Alih-alih membuka peluang untuk tax amnesty, pemerintah tengah mematangkan skema berbasis pasar (market-based). Skema ini dirancang untuk memberikan insentif agar pemilik dana lebih memilih menempatkan simpanan dolar mereka di dalam negeri.

Rencana bagaimana menarik uang-uang dolar yang orang Indonesia suka taruh di luar balik ke sini. Tadi masih belum matang, masih kita matangkan lagi. Tapi kalau saya lihat rencananya cukup bagus sekali,” kata Purbaya

Melalui langkah ini, pemerintah berharap cadangan devisa nasional semakin kuat, pasokan dolar di perbankan meningkat, dan pembiayaan proyek strategis dapat dipenuhi lebih mudah. Selain itu, kesinambungan arus masuk devisa juga penting agar dana valas tidak kembali mengalir ke luar negeri. Dengan demikian, cadangan devisa tetap terjaga, pasokan dolar domestik lebih stabil, dan kebutuhan pembiayaan valuta asing dapat dipenuhi dari dalam negeri dengan biaya yang lebih kompetitif.

Dampak dan Pandangan ke Depan

Penolakan Purbaya terhadaptax amnesty jilid III mencerminkan kekhawatiran akan dampak jangka panjang terhadap penerimaan negara dan kepatuhan wajib pajak. Ia menegaskan perlunya menjalankan sistem perpajakan yang konsisten dan adil, tanpa memberikan kesan “diskon dosa” bagi pengemplang.

“Setiap berapa tahun, kita mengeluarkan tax amnesty. Ini kan sudah satu, dua, nanti tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, ya sudah. Semuanya akan, message-nya adalah kibulin aja pajaknya, nanti kita tunggu tax amnesty, pemutihannya di situ. Itu yang enggak boleh,” tegasnya.

Sementara itu, masuknya RUU Pengampunan Pajak dalam Prolegnas 2025 menunjukkan adanya perbedaan pandangan antara Menkeu dan DPR. Wacana ini kemungkinan akan terus memicu perdebatan, terutama mengenai keseimbangan antara peningkatan penerimaan pajak dan upaya menjaga keadilan serta kepatuhan dalam sistem perpajakan nasional.