Generic selectors
Exact matches only
Search in title
Search in content
Post Type Selectors
uji materiil

MK Tolak Uji Formil, Koalisi Sipil Siapkan Draft Uji Materiil

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji formil terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, dengan menyatakan seluruh permohonan tidak dapat diterima. Gugatan ini diajukan oleh lima pemohon, baik perorangan maupun organisasi. Dalam pertimbangan hukumnya, MK menegaskan bahwa meski terdapat beberapa permohonan serupa, perkara ini tidak dapat dilanjutkan ke tahap pembuktian karena para pemohon dinilai tidak memiliki kedudukan hukum.

Siapa Saja yang Mengajukan Uji Formil?

Sejak pengesahan revisi UU TNI pada 20 Maret 2025, berbagai kelompok masyarakat sipil, mahasiswa, dan akademisi mengajukan uji formil ke MK. Beberapa perkara yang diputus pada 17 September 2025 meliputi:

  • Perkara 45/PUU-XXIII/2025: Diajukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia, seperti Namoradiarta Siaahan, Kelvin Oktariano, dan lainnya.
  • Perkara 56/PUU-XXIII/2025: Diajukan oleh mahasiswa Universitas Indonesia, termasuk Muhammad Bagir Shadr dan Muhammad Fawwaz Farhan Farabi.
  • Perkara 69/PUU-XXIII/2025: Diajukan oleh mahasiswa Universitas Padjajaran, seperti Moch Rasyid Gumilar dan Kartika Eka Pertiwi.
  • Perkara 75/PUU-XXIII/2025: Diajukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum UGM, termasuk Muhammad Imam Maulana dan Mariana Sri Rahayu Yohana Silaban.
  • Perkara 81/PUU-XXIII/2025: Diajukan oleh Tim Advokasi Reformasi Sektor Keamanan, yang terdiri dari YLBHI, Imparsial, KontraS, serta individu seperti Inayah Wahid, Eva Nurcahyani, dan Fatia Maulidiyanti.

Perkara yang Ditolak dan Alasan Penolakannya

Dari 14 gugatan uji formil yang diajukan, sebagian besar tidak diterima oleh Mahkamah Konstitusi. Empat perkara (45, 56, 69, dan 75/PUU-XXIII/2025) ditolak karena pemohon dianggap tidak memiliki kedudukan hukum. MK menilai aktivitas akademis maupun diskusi yang dilakukan para mahasiswa tidak menunjukkan keterkaitan langsung dengan proses pembentukan UU TNI, sehingga mereka tidak dapat membuktikan adanya kerugian konstitusional yang spesifik. Perkara 81/PUU-XXIII/2025, yang diajukan oleh Tim Advokasi Reformasi Sektor Keamanan, juga ditolak karena Mahkamah menegaskan bahwa proses legislasi telah sesuai prosedur formal konstitusi.

Selain itu, enam perkara lainnya gugur pada tahap penetapan atau dismissal, sementara tiga perkara dicabut oleh pemohon, beberapa di antaranya karena tekanan eksternal. Pada 5 Juni 2025, lima perkara (Perkara 55, 58, 66, 74, dan 79/PUU-XXIII/2025) yang diajukan oleh mahasiswa dan masyarakat sipil juga kandas pada tahap pemeriksaan pendahuluan dengan alasan serupa, yakni ketidakjelasan kedudukan hukum dan kurangnya bukti yang kuat.

Poin-Poin Uji Formil yang Diangkat

Para pemohon mengajukan sejumlah poin dalam uji formil yang mencerminkan kekhawatiran terhadap proses legislasi revisi UU TNI. Poin-poin tersebut antara lain:

1. Ketidaksesuaian dengan Agenda Reformasi TNI

Revisi UU TNI dianggap tidak sejalan dengan semangat reformasi militer pasca-1998, terutama karena memperluas peran TNI ke ranah sipil, yang berpotensi melanggar prinsip supremasi sipil.

2. Bukan Carry Over

Pemohon menilai revisi UU TNI bukan kelanjutan dari proses legislasi sebelumnya, sehingga tidak memenuhi syarat sebagai carry over.

3. Illegalitas Prolegnas

Perencanaan revisi UU TNI dalam Prolegnas Prioritas 2025 dianggap melanggar hukum karena tidak tercantum sebelumnya dalam daftar prioritas.

4. Minim Partisipasi Publik

Proses pembahasan UU TNI dinilai tertutup, dengan rapat-rapat yang digelar secara sembunyi-sembunyi dan tanpa melibatkan partisipasi publik yang bermakna.

5. Keterbatasan Akses Dokumen

Pemohon menyoroti kesulitan mengakses naskah akademik, draft RUU, dan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), yang menunjukkan kurangnya transparansi.

6. Cacat Prosedural

Proses legislasi dianggap sebagai abusive law making karena mengabaikan kritik masyarakat sipil dan akademisi, serta tidak memenuhi hak konstitusional publik untuk berpartisipasi dan memperoleh informasi.

Koalisi Sipil Siapkan Draf Uji Materiil

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan berencana mengajukan uji materiil terhadap UU TNI Nomor 3 Tahun 2025. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan berkas untuk judicial review ke Mahkamah Konstitusi masih dalam persiapan.

“Sesegera mungkin, ya,” ujar Usman terkait kepastian Koalisi mengajukan uji materiil ke MK saat dihubungi melalui pesan WhatsApp, Kamis (18/9/2025). Ia menambahkan, alasan Koalisi mengajukan uji materiil adalah karena banyak ketentuan dalam UU TNI yang dinilai bermasalah.

Usman menyoroti beberapa muatan yang dianggap bermasalah dalam UU TNI, antara lain Pasal 3 yang mengatur kedudukan tentara di pemerintahan dan Pasal 7 mengenai operasi militer, baik untuk perang maupun operasi militer selain perang. Koalisi masyarakat sipil juga menyoroti Pasal 8 tentang tugas TNI Angkatan Darat serta Pasal 47 yang mengatur kemungkinan prajurit TNI duduk di lembaga sipil.

“Itu beberapa pasal yang menurut kami pantas diujimateriilkan melalui langkah hukum konstitusional selanjutnya,” ujar Usman. Ia menambahkan, jumlah pasal yang akan dipersoalkan kemungkinan bisa bertambah seiring proses persiapan uji materiil.