Indonesia tengah menghadapi tantangan besar berupa kebutuhan energi yang terus meningkat di satu sisi, dan krisis iklim yang kian nyata di sisi lain. Menjawab dilema ini, konsepGreen Constitution hadir sebagai fondasi penting yang menempatkan keberlanjutan lingkungan sebagai prinsip hukum dasar negara.
Green Constitution menegaskan bahwa perlindungan lingkungan tidak cukup hanya diatur dalam undang-undang biasa, tetapi harus menjadi bagian dari hukum tertinggi negara. Dengan cara ini, kebijakan lingkungan dan energi tidak mudah berubah karena kepentingan jangka pendek, melainkan memiliki legitimasi konstitusional yang lebih kuat.
Kaitannya dengan energi, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan energi terbarukan: tenaga surya, angin, panas bumi, hingga biomassa. Namun, transisi menuju energi bersih sering terhambat oleh tarik-menarik kepentingan politik dan ekonomi.Green Constitution dapat menjadi pengaman agar kebijakan energi tidak hanya berbicara soal efisiensi, tetapi juga soal hak asasi manusia, keadilan sosial, serta tanggung jawab terhadap generasi mendatang.
Lebih jauh, konstitusi yang ramah lingkungan dapat menjadi pendorong tata kelola energi nasional. Ia dapat mewajibkan negara mendukung riset dan investasi energi hijau, memberi insentif pada inovasi teknologi bersih, sekaligus membatasi eksploitasi energi fosil yang merusak lingkungan. Dengan begitu, transisi energi bukan hanya wacana kebijakan, melainkan mandat konstitusional yang mengikat seluruh pemangku kepentingan.
Dengan menempatkan transisi energi dalam kerangkaGreen Constitution, Indonesia tidak hanya memperkuat komitmennya terhadapParis Agreement, tetapi juga membuka jalan bagi pembangunan berkelanjutan yang adil. Masa depan energi hijau adalah bagian dari hak rakyat atas lingkungan hidup yang sehat. Kini saatnya Indonesia berani melangkah. Energi terbarukan bukan sekadar pilihan, melainkan kewajiban konstitusional demi masa depan yang hijau dan berkelanjutan.