Generic selectors
Exact matches only
Search in title
Search in content
Post Type Selectors
demonstrasi

Kenapa Demonstrasi Terus Terjadi? Ini 5 Alasannya!

Gelombang demonstrasi yang merebak sejak 25 Agustus 2025 memperlihatkan betapa cepat keresahan masyarakat dapat meluas. Bermula dari protes terhadap besarnya tunjangan anggota DPR, aksi tersebut telah menjalar ke berbagai kota. Dari seruan di media sosial, pelajar, mahasiswa, buruh, hingga ibu-ibu ikut turun ke jalan membentuk arus besar demonstrasi. Ribuan orang berdiri dalam satu barisan untuk menyuarakan tuntutan yang sama, yaitu menegakkan keadilan. Jalanan padat, poster terangkat tinggi, dan orasi lantang menggema di setiap sudut kota.

Komentar seperti “kok sedikit-sedikit demo?” atau “ngapain sih demo?” sering kali muncul di ruang publik maupun media sosial. Tapi sebenarnya, bolehkah kita berdemonstrasi?

Pengertian Demonstrasi

Demonstrasi merupakan ruang bagi warga negara untuk menyalurkan pendapat, aspirasi, maupun protes di hadapan publik yang keberadaannya dijamin oleh undang-undang. Bentuknya bisa berupa ucapan, tulisan, ataupun aksi simbolik, dengan maksud mendorong perubahan kebijakan atau menyuarakan tuntutan bersama. Demonstrasi adalah hak konstitusional setiap warga negara. UUD 1945 Pasal 28E menegaskan bahwa setiap orang berhak berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat. Hak ini diperkuat lewat UU No. 9 Tahun 1998 yang mengatur kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.

Demonstrasi bukan merupakan tindakan melawan hukum ataupun sekadar aksi tanpa arah. Hak tersebut dilindungi undang-undang, diakui negara, dan menjadi bagian penting dari praktik demokrasi. Melalui demonstrasi, aspirasi dapat disampaikan secara langsung tanpa harus melalui jalur birokrasi yang kerap berbelit dan kurang efektif.

Tujuan Demonstrasi

Demonstrasi pada hakikatnya bertujuan untuk menyampaikan pendapat yang umumnya berupa kritik atau penolakan dalam rangka menegakkan hak konstitusional dalam kehidupan berdemokrasi. Landasan tersebut ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 yang menyatakan bahwa setiap warga negara, baik secara perorangan maupun kelompok, berhak menyampaikan pendapat sebagai wujud hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu, demonstrasi tidak semata-mata dipahami sebagai aksi protes, melainkan bagian dari praktik demokrasi itu sendiri.

Fungsi Demonstrasi

  1. Saluran Komunikasi Publik

    Menjadi wadah bagi rakyat untuk menyampaikan aspirasi, kritik, atau dukungan secara langsung.

  2. Mengangkat Isu Mendesak

    Menarik perhatian publik dan media, sekaligus menunjukkan bahwa keresahan bukan kasus individu melainkan suara kolektif.

  3. Alat Tekanan Politik

    Memberikan sinyal kuat kepada pemerintah agar mendengar, merespons, dan tidak abai terhadap tuntutan rakyat.

  4. Pendorong Perubahan Kebijakan

    Sejarah membuktikan banyak perubahan lahir dari tekanan massa, mulai dari legislasi hingga reformasi sosial.

  5. Simbol Check and Balance

    Mengingatkan bahwa kekuasaan berada di tangan rakyat sekaligus mencegah konsentrasi kekuasaan berlebihan.

  6. Katalisator Perubahan Sosial

    Membentuk solidaritas, meningkatkan kesadaran publik, serta mendorong lahirnya norma dan hak-hak baru yang lebih inklusif.

  7. Manifestasi Demokrasi dan HAM

    Demonstrasi adalah wujud nyata kebebasan berekspresi dan berkumpul sekaligus sarana pendidikan politik masyarakat.

Dasar Hukum Demonstrasi

Unjuk rasa atau demonstrasi merupakan sarana sah penyampaian pendapat di muka umum yang dijamin secara konstitusional. Kehadirannya mencerminkan praktik demokrasi yang nyata dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Konstitusi menegaskan hal tersebut dengan jelas. Pasal 28 UUD 1945 menyatakan:“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.” Ketentuan ini diperkuat melalui Pasal 28E Ayat 3 yang berbunyi:“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”

Perlindungan hukum serupa juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal 25 menegaskan:“Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.”

Oleh karena itu, demonstrasi tidak sekedar dipahami sebagai aktivitas massa. Melainkan bagian mendasar dari hak asasi manusia sekaligus pilar demokrasi yang memperoleh legitimasi serta perlindungan penuh dari negara.

Kenapa Ada Demonstrasi?

Fenomena demonstrasi kerap memicu perdebatan, khususnya terkait anggapan bahwa aksi tersebut terlalu sering dilakukan. Namun, terdapat sejumlah alasan mendasar yang melatarbelakanginya.

  • Akses politik tidak sepenuhnya setara

Masyarakat pada umumnya menghadapi kesulitan untuk bertemu langsung dengan pejabat atau pengambil kebijakan.

  • Dialog formal kerap berlangsung secara simbolis

Forum musyawarah atau dengar pendapat sering dianggap sekadar seremonial tanpa menghasilkan solusi nyata.

  • Perubahan kebijakan sering lahir melalui tekanan publik

Sejarah menunjukkan bahwa banyak kebijakan penting justru muncul setelah adanya aksi massa, bukan semata dari ruang rapat tertutup.

  • Demonstrasi merupakan strategi politik, bukan sekadar ekspresi emosional

Anggapan bahwa aksi tersebut hanyalah keributan merupakan bentuk pelemahan terhadap gerakan sosial, padahal demonstrasi berfungsi sebagai cara rakyat memaksa dialog berlangsung.

  • Demonstrasi tidak pernah hadir tanpa sebab

Aksi ini selalu lahir dari keresahan yang nyata, seperti kenaikan harga, penggusuran, upah rendah, atau kebijakan yang dinilai merugikan rakyat. Oleh karena itu, demonstrasi menjadi pilihan yang tak terhindarkan ketika saluran formal terbukti buntu agar suara rakyat tetap mendapat ruang untuk didengar.

Demonstrasi Bukan Tujuan Akhir

Meskipun memiliki peranan penting, demonstrasi tidak dapat dipandang sebagai titik akhir perjuangan. Demonstrasi hanyalah pintu masuk menuju perubahan yang lebih substansial. Perubahan sejati baru terwujud ketika terdapat tindak lanjut yang terarah setelah aspirasi disuarakan. Tanpa adanya strategi lanjutan, demonstrasi berisiko berhenti pada tataran simbol semata. Oleh karena itu, diperlukan pengawalan yang berkesinambungan, baik melalui advokasi kebijakan, kampanye yang berkelanjutan, maupun tekanan politik yang konsisten. Kekuatan sejati terletak pada kemampuan menjaga semangat perjuangan agar tidak padam setelah demonstrasi selesai.