Pernyataan anggota DPR, Nafa Urbach, mengenai kemacetan dari Bintaro ke Senayan di tengah polemik tunjangan rumah DPR Rp50 juta per bulan langsung memantik reaksi publik. Di linimasa X hingga Instagram, banyak warganet menyebut ucapannya sebagai contoh klasiktone deaf.
Bagi masyarakat, komentar itu terasa seperti mengabaikan kenyataan pahit yang mereka jalani sehari-hari. Sulit dibayangkan, seorang wakil rakyat dengan tunjangan fantastis justru mengeluhkan macet, sementara jutaan orang lain harus bertahan menghadapi transportasi publik yang mahal dan upah yang pas-pasan.
Tapi, apa sebenarnya arti istilah ini, dan mengapa sering dipakai di media sosial untuk mengkritik pejabat atau figur publik?
Pengertian Tone Deaf
Tone deaf adalah istilah untuk menyebut seseorang yang kurang peka terhadap kondisi di sekitarnya, baik soal adat, norma, aturan, maupun situasi sosial. Tone deaf sekilas terlihat mirip dengan sifat egois, padahal berbeda.Orang egois sadar tindakannya bisa merugikan orang lain, tetapi tetap mementingkan dirinya sendiri. Sedangkantone deaf justru muncul dari ketidakmampuan memahami situasi, sehingga sikapnya terkesan tidak peka secara emosional dan minim empati terhadap orang lain.
Awal Mula IstilahTone Deaf
Istilahtone deaf pertama kali dikenal pada akhir abad ke-19, tepatnya sekitar tahun 1890-an. Secara harfiah, istilah ini merupakan gabungan dari katatone yang berarti nada musik, dandeaf yang berarti tuli atau tidak bisa mendengar. Pada mulanya, istilah ini merujuk pada orang yang tidak mampu membedakan nada atau mengikuti irama.
Seiring waktu, maknanya berkembang menjadi kiasan.Tone deaf kemudian digunakan untuk menggambarkan sikap seseorang yang tidak peka terhadap situasi sosial, seolah-olah menutup telinga dari keresahan orang lain. Karena itu, istilah ini sering digunakan sebagai kritik tajam terhadap sikap yang dinilai tidak peka atau bahkan mengabaikan realitas masyarakat.
Contoh mudahnya, seorang miliarder yang menyarankan orang miskin membeli barang mewah bisa langsung dicap tone deaf, karena ucapannya sama sekali tidak nyambung dengan realitas hidup kebanyakan orang.
Dalam dunia perfilman, label ini juga sering digunakan. Misalnya, ketika seorang sutradara menampilkan tokoh yang tengah dibenci publik dengan cara terlalu simpatik. Alih-alih diapresiasi, karya semacam itu justru dianggap tidak peka terhadap suasana sosial yang sedang berkembang.
Ciri-Ciri Seseorang yangTone Deaf
-
Tidak Peka Kondisi Sosial
Orang yangtone deaf seringkali melontarkan komentar atau melakukan tindakan tanpa mempertimbangkan kondisi sosial di sekitarnya. Akibatnya, ucapan mereka terdengar tidak nyambung atau bahkan melukai perasaan publik.
-
Mengeluh dari Posisi Privilege
Contohnya, pejabat yang merasa terbebani oleh hal-hal sepele seperti kemacetan, padahal mereka menikmati fasilitas mewah, mulai dari tunjangan rumah hingga kendaraan dinas. Perbandingan ini membuat keluhan mereka terasa jauh dari kenyataan rakyat.
-
Mengabaikan Kritik
Alih-alih mendengarkan suara masyarakat, perilaku tone deaf justru ditunjukkan dengan sikap defensif. Bukannya berusaha memahami kritik, mereka memilih menutup telinga dan menganggap keluhan rakyat tidak penting.
-
Menggunakan Humor yang Tidak Tepat
Tone deaf terkadang muncul dalam bentuk candaan. Misalnya, bercanda tentang krisis atau penderitaan rakyat di saat masyarakat sedang berjuang menghadapi tekanan ekonomi. Alih-alih menghibur, humor seperti ini justru menyinggung perasaan banyak orang.
-
Terlalu Fokus pada Diri Sendiri
Komentar yang hanya menonjolkan pengalaman pribadi tanpa menaruh empati pada kondisi masyarakat luas juga menjadi ciri lain. Hal ini memperlihatkan ketidakmampuan untuk melihat persoalan dari perspektif orang banyak.
Cara Mengatasi Sikap Tone Deaf
1. Latih Kepekaan Diri
Cara terbaik untuk menghindari sikap tone deaf adalah dengan melatih kepekaan terhadap orang lain. Cobalah memperhatikan suasana hati dan kondisi sekitar sebelum berbicara atau bertindak. Dengan membiasakan diri berempati dan berusaha memahami apa yang sedang dirasakan orang lain, kita bisa meminimalisir risiko mengucapkan hal yang tidak pada tempatnya.
2. Biasakan Berpikir Sebelum Bicara
Sebelum berbicara, coba tanyakan dulu pada diri sendiri: apakah kata-kata ini berpotensi menyakiti perasaan orang lain? Kebiasaan kecil seperti ini bisa membantu kita lebih berhati-hati sehingga ucapan tidak meluncur sembarangan.
3. Tingkatkan Keterampilan Komunikasi
Sikap tone deaf sering muncul karena komunikasi yang kurang tepat. Cobalah untuk benar-benar mendengarkan, memahami konteks, lalu menyampaikan pesan dengan jelas. Jika ternyata perkataan kita menimbulkan salah paham, jangan ragu meminta maaf dan memperbaikinya.
4. Perluas Wawasan
Kurangnya pengetahuan juga bisa membuat seseorang terkesan tone deaf. Dengan banyak membaca, belajar, dan membuka diri terhadap berbagai sudut pandang, kita akan lebih mudah menempatkan diri dalam beragam situasi.