Pada 31 Juli 2025, DPR RI yang menyatakan persetujuannya atas dua surat dari Presiden Prabowo. Surat pertama, Nomor R43/Pres072025, berisi permintaan pemberian abolisi kepada Tom Lembong, terdakwa kasus korupsi impor gula. Surat kedua, Nomor 42/Pres072725, mengusulkan amnesti kepada Hasto Kristiyanto serta 1.116 orang lainnya yang telah menjadi terpidana.
Meski sama-sama merupakan bentuk pengampunan hukum, amnesti dan abolisi memiliki perbedaan mendasar baik dari sisi waktu pemberian, status hukum penerima, hingga tujuan dan prosedurnya.
Mengapa Tom Lembong tidak diberi amnesti seperti Hasto? Mengapa Hasto justru mendapat amnesti dan bukan abolisi? Untuk menjawabnya, kita perlu memahami terlebih dahulu definisi, fungsi, dan dasar hukum dari kedua istilah ini.
Perbedaan Amnesti dan Abolisi
1. Definisi Hukum
Dalam sistem hukum Indonesia, amnesti dan abolisi adalah hak prerogatif Presiden yang diatur dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945. Keduanya memerlukan pertimbangan dari DPR RI sebelum bisa diberikan.
- Secara definisi, amnesti merujuk pada bentuk pengampunan pidana yang menghapus seluruh akibat hukum pidana terhadap seseorang atau sekelompok orang yang telah divonis bersalah oleh pengadilan. Dengan kata lain, amnesti membuat seseorang terbebas dari segala hukuman dan catatan pidana yang melekat setelah putusan pengadilan dijatuhkan.
- Abolisi adalah tindakan penghentian proses hukum yang diberikan kepada seseorang yang masih berada dalam proses penyelidikan, penyidikan, atau persidangan, dan belum menerima vonis tetap (inkracht) dari pengadilan. Abolisi bertujuan untuk menghentikan perkara yang sedang berjalan sebelum mencapai putusan akhir, biasanya atas dasar pertimbangan kepentingan negara atau stabilitas politik.
2. Status Hukum Penerima
Perbedaan paling mencolok terletak pada status hukum si penerima:
- Amnesti diberikan kepada seseorang yang telah dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan putusan hukumnya telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht. Artinya, proses hukum terhadap orang tersebut telah selesai dan tidak dapat lagi diajukan upaya hukum biasa seperti banding atau kasasi. Dengan pemberian amnesti, seluruh akibat hukum pidana dari putusan tersebut dihapus, sehingga penerimanya tidak lagi dianggap sebagai terpidana.
- Abolisidiberikan kepada seseorang yang masih berada dalam proses hukum, baik itu tahap penyelidikan, penyidikan, maupun persidangan, dan belum menerima vonis yang berkekuatan hukum tetap. Karena status hukumnya masih sebagai tersangka atau terdakwa, pemberian abolisi akan menghentikan seluruh proses hukum yang sedang berjalan sebelum mencapai putusan akhir.
3. Ruang Lingkup Penerima
- Amnesti merupakan pengampunan hukum yang dapat diberikan secara kolektif kepada sekelompok besar orang, sebagaimana terlihat dalam kasus Hasto dan ribuan orang lainnya yang mendapat perlindungan hukum secara bersamaan. Dalam praktiknya, amnesti lebih menekankan pada penghapusan tuntutan pidana demi kepentingan umum.
- Abolisi cenderung bersifat individual dan diberikan secara selektif berdasarkan pertimbangan khusus terhadap suatu kasus, seperti yang terjadi pada Tom Lembong. Abolisi menyoroti penghentian proses hukum atas pertimbangan keadilan atau politik dalam satu kasus tertentu.
4. Tujuan Pemberian
- Amnesti kerap digunakan dalam konteks rekonsiliasi politik, kepentingan nasional, atau upaya menciptakan kedamaian di tengah konflik. Kebijakan ini sering kali menjadi jalan tengah untuk meredakan ketegangan dan membuka ruang dialog, terutama ketika negara menghadapi situasi genting yang membutuhkan penyelesaian kolektif.
- Abolisiditerapkan untuk menghentikan proses hukum atas perkara-perkara yang dianggap tidak lagi relevan secara politik atau justru berpotensi menimbulkan gangguan terhadap stabilitas negara. Dalam hal ini, abolisi menjadi alat strategis bagi pemerintah untuk menjaga ketertiban dan menghindari eskalasi konflik yang tidak produktif.
Dasar Hukum Amnesti dan Abolisi
Pemberian amnesti dan abolisi diatur oleh:
- Pasal 14 ayat (2) UUD 1945: “Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.”
- Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954: Menyebutkan bahwa Presiden dapat memberikan amnesti dan abolisi demi kepentingan negara.
UU Darurat ini menjelaskan lebih lanjut bahwa:
- Amnesti menghapus semua akibat hukum pidana, termasuk vonis yang telah dijatuhkan.
- Abolisi menghentikan proses hukum sebelum sampai pada vonis atau keputusan akhir.
Kesimpulan
Melalui kasus Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto, kita bisa menyimpulkan bahwa:
- Amnesti diberikan kepada mereka yang sudah divonis, dan bertujuan untuk menghapus semua konsekuensi hukumnya.
- Abolisi diberikan kepada mereka yang masih dalam proses hukum, untuk menghentikan penuntutan sebelum putusan akhir.
- Keduanya merupakan hak prerogatif Presiden yang memerlukan persetujuan DPR, dan diatur dalam UUD 1945 serta UU Darurat Nomor 11 Tahun 1954.
- Amnesti bersifat luas dan kolektif, sedangkan abolisi bersifat spesifik dan individual.
Dengan memahami perbedaan ini, masyarakat bisa lebih kritis dalam menyikapi kebijakan Presiden yang melibatkan hak-hak prerogatif dalam sistem hukum. Tak hanya sekadar keputusan politik, tetapi juga soal ketepatan prosedur dan keadilan substantif.