Suryakanta News – Gelaran Musyawarah Nasional (Munas) XVIII BEM Seluruh Indonesia (SI) ‘Kerakyatan’ yang dilaksanakan di Universitas Dharma Andalas, Padang, Sumatera Barat, pada 13–19 Juli 2025, menuai kontroversi. Forum yang semestinya menjadi ajang konsolidasi gerakan mahasiswa justru memicu sejumlah organisasi mahasiswa, termasuk BEM KM UGM dan BEM Undip, menyatakan mundur dari aliansi.
Dalam keterangan resminya yang diunggah melalui akun Instagram @bemsi.official pada Rabu (23/7/2025), panitia Munas mengonfirmasi bahwa sejumlah pejabat publik diundang dalam forum tersebut. Mereka termasuk Ketua Umum Partai Perindo, Menpora, Wakil Gubernur Sumatera Barat, Kapolda Sumbar, hingga perwakilan Badan Intelijen Negara (BIN) daerah. Bahkan, beberapa pejabat tersebut mengirim karangan bunga sebagai bentuk ucapan atas terselenggaranya acara tersebut.
Langkah ini langsung memicu respons keras dari BEM KM UGM. Melalui siaran pers yang diunggah pada Minggu (20/7/2025), BEM UGM secara resmi menyatakan keluar dari aliansi BEM SI. Ketua BEM KM UGM, Tiyo Ardianto, menyebut Munas telah kehilangan arah dan diwarnai kepentingan yang bertolak belakang dengan idealisme gerakan mahasiswa.
“Forum tersebut menjadi ruang konfliktual nir-substantif sekaligus tempat penguasa memoles muka. Sesama mahasiswa bisa baku hantam dan saling mengumpat, bukan karena keberpihakan atau ideologi yang berbeda, tapi karena ada sesuatu yang diperebutkan: entah apa,” tulis BEM KM UGM dalam pernyataannya.
Lebih lanjut, Tiyo menegaskan bahwa BEM harus menjaga jarak dari kekuasaan, bukan justru memberi ruang bagi manuver politik praktis.
“BEM sebagai lembaga pergerakan, bagi kami, mesti memberi batas yang tegas dan harus berjarak dengan penguasa. Tapi, BEM SI tidak memberikan teladan yang membanggakan,” tambahnya.
Sikap serupa juga diambil oleh BEM Universitas Diponegoro (Undip). Dalam unggahan resmi di akun Instagram @bemundip pada Sabtu (19/7/2025), mereka menyatakan tidak akan lagi bergabung dalam aliansi BEM SI maupun aliansi nasional mahasiswa lainnya.
Ketua BEM Undip, Aufa Atha Ariq, menilai Munas XVIII gagal menjadi forum strategis mahasiswa.
“Usai melakukan musyawarah dengan Aliansi BEM se-Undip, BEM Undip mengambil sikap untuk tidak bergabung kepada Aliansi BEM SI serta Aliansi Nasional manapun,” ujar Aufa.
Namun, pihak BEM SI Kerakyatan membalas kritik tersebut dengan menyebut bahwa dinamika keluar-masuknya anggota dalam aliansi adalah hal yang lumrah dan telah terjadi berulang kali. Dalam siaran pers pada Rabu (23/7/2025), BEM SI menyatakan menghormati keputusan BEM yang memilih jalan berbeda.
“Kami tidak ingin peristiwa ini dijadikan celah oleh pihak-pihak yang selama ini berupaya memecah belah kekuatan mahasiswa. Kami mengajak semua pihak untuk tetap objektif, kritis, dan bijak dalam membaca dinamika yang ada,” tulis BEM SI.
Meski disampaikan dalam bahasa diplomatis, pernyataan BEM SI menyiratkan adanya kegelisahan akan fragmentasi yang makin tajam dalam tubuh gerakan mahasiswa. Di satu sisi, keberadaan pejabat negara dalam forum mahasiswa mengundang pertanyaan tentang independensi gerakan. Di sisi lain, reaksi keras dari kampus-kampus besar seperti UGM dan Undip mengindikasikan adanya jurang perbedaan nilai yang cukup serius.
Fenomena ini menunjukkan bahwa tantangan gerakan mahasiswa bukan hanya datang dari luar, tetapi juga dari dalam tubuhnya sendiri, yakni tentang menjaga idealisme tetap utuh di tengah realitas politik yang semakin kompleks dan penuh tarik-menarik kepentingan.