Generic selectors
Exact matches only
Search in title
Search in content
Post Type Selectors
hukum pidana, hukum perdata

Hukum Pidana dan Perdata, Ada Perbedaan yang Perlu Kamu Ketahui

Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, Indonesia memiliki peraturan hukum yang berlaku bagi seluruh elemen masyarakat. Aturan hukum tersebut juga digunakan sebagai pedoman oleh pemerintah untuk menjalankan tugas kenegaraan dan mengatur perilaku warga negara.

Dalam sistem hukum, terdapat berbagai cabang yang mengatur berbagai aspek kehidupan. Dua cabang yang paling umum dijumpai dalam aktivitas sehari-hari adalah hukum pidana dan hukum perdata.

Hukum pidana dan hukum perdata cukup dikenal masyarakat karena sering berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Sayangnya, banyak orang masih belum benar-benar paham soal keduanya karena kurangnya pengetahuan dan kesadaran soal hukum itu sendiri.

Untuk mempermudah pemahaman, berikut disajikan perbedaan antara hukum perdata dan hukum pidana, lengkap dengan pengertian serta karakteristik masing-masing:

Apa itu Hukum Pidana dan Hukum Perdata?

Secara sederhana, hukum pidana berkaitan dengan pelanggaran terhadap norma-norma yang berlaku. Sementara itu, hukum perdata lebih fokus pada pengaturan hubungan antara individu maupun badan hukum.

Hukum Pidana

Menurut Christine S.T. Kansil, hukum pidana mengatur pelanggaran terhadap kepentingan umum, di mana pelakunya dapat dijatuhi hukuman yang menimbulkan penderitaan atau siksaan.

Dengan kata lain, hukum pidana mengatur tindakan-tindakan yang dilarang oleh undang-undang karena dianggap melanggar norma yang berlaku di masyarakat. Contoh tindakan yang melanggar hukum pidana seperti pembunuhan, pencurian, penganiayaan, korupsi, pemerkosaan, penipuan, dan lain sebagainya.

Hukum Perdata

Menurut Prof. Subekti, S.H. dalam bukunya Pokok-Pokok Hukum Perdata, hukum perdata merupakan aturan utama yang mengatur kepentingan individu (privat). Hukum ini berfungsi sebagai alat untuk menyelesaikan perselisihan antara pihak-pihak serta menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban mereka.

Di dalam hukum perdata, dikenal adanya suatu perkara, yaitu masalah atau persoalan yang memerlukan penyelesaian. 

Perkara perdata dibagi menjadi dua jenis, yaitu perkara yang mengandung sengketa dan perkara yang tidak mengandung sengketa. Dalam perkara yang mengandung sengketa, terdapat dua pihak yang bertentangan, yaitu penggugat dan tergugat.

Penggugat adalah pihak yang mengajukan tuntutan dengan alasan yang sah. Sementara tergugat adalah pihak yang menjadi objek gugatan tersebut. Sedangkan dalam perkara yang tidak mengandung sengketa, hanya ada satu pihak, yaitu pemohon, yang meminta hakim untuk menetapkan sesuatu tanpa adanya sengketa.

Perbedaan Sumber Hukum dan Sanksi

Sumber hukum pidana di Indonesia berasal dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden, Peraturan Daerah, Yurisprudensi (Putusan Pengadilan), Traktat dan Konvensi Internasional, Doktrin (Pendapat Ahli Hukum), dan Hukum Adat.

Sumber hukum perdata di Indonesia berasal dari Reglement of de Rechterlijke Organisatie in het bellid der justice in Indonesia (RO) atau Reglemen tentang organisasi kehakiman, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)/Burgerlijk Wetboek (BW), Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Undang-Undang Nomor 20 Tahun Tahun 1947 tentang Pengadilan Peradilan Ulangan, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum, Yurisprudensi, Perjanjian internasional, Adat kebiasaan, Doktrin atau ilmu pengetahuan, Instruksi, surat edaran, dan peraturan Mahkamah Agung.

Dari segi sanksi, hukum perdata biasanya menjatuhkan sanksi yang bertujuan untuk mengembalikan keadaan, yaitu dengan mewajibkan pihak yang kalah membayar ganti rugi. Sedangkan dalam hukum pidana, sanksi yang diberikan lebih berfokus pada pemberian efek jera kepada pelanggar.