Dedi Mulyadi tetap menjalankan program pembelajaran siswa di barak militer, sekalipun kebijakannya tengah menuai pro-kontra publik. KPAI pun buka suara terkait kebijakan memberlakukan barak militer bagi siswa yang dianggap ‘nakal’ di sekolah. Menurut Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, program mengirim siswa ke barak berpotensi melanggar hak anak.
Dilansir dari Detik, KPAI menyoroti prosedur pemilihan anak yang dibawa ke barak hanya dilakukan secara internal oleh pihak sekolah berdasarkan keputusan guru BK. Tanpa campur tangan psikologi profesional yang memiliki pemahaman mendalam tentang perkembangan anak.
Berdasarkan keterangan Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen TNI Wahyu Yudhayana, dikutip dari Kompas, kriteria anak-anak yang dikirimkan ke barak militer sebatas mengikuti pernyataan Dedi Mulyadi.
Atas kriteria ala Dedi Mulyadi, orang tua siswa akan dimintai persetujuan berupa laporan dan rekomendasi dari sekolah. Bahkan, dikutip dari Tempo, KPAI menemukan adanya praktik intimidasi berupa ancaman tidak dapat naik kelas bagi siswa yang menolak rekomendasi pengiriman dirinya ke barak militer.
KPAI juga mencatat, sebanyak 6,7 persen siswa tidak mengetahui alasan mengikuti program sekolah di barak militer. Para siswa tersebut pada dasarnya memiliki hak atas kebebasan dan akses terhadap jam pelajaran normal yang direnggut karena dikirimkan ke barak.
Meskipun hingga saat ini belum ditemukan indikasi kekerasan fisik, tetapi hak atas kebebasan telah direnggut. Tak hanya soal kenyamanan proses belajar, hak atas kesehatan anak masih belum terakomodir dengan baik. Pasalnya, hingga saat ini belum ada SOP jaminan kesehatan yang baku.
Temuan-temuan tersebut menunjukkan bahwa masih banyak hal yang perlu dikaji ulang dalam penerapan program pengiriman anak ke dalam barak militer. Banyak risiko yang muncul, mulai dari kemungkinan adanya kekerasan hingga diskriminasi dalam pemilihan anak yang harus mengikuti program. Oleh karena itu, dibutuhkan pengawasan yang dilakukan sebelum, selama, dan sesudah program dilaksanakan.
Pengawasan sebelum pelaksanaan program harus dilakukan oleh psikolog profesional untuk memetakan siapa target dari program ini. Kemudian, setelah anak dimasukkan ke barak, dibutuhkan pengawasan psikolog, tenaga medis, dan ahli gizi untuk memastikan hak anak di dalam barak terpenuhi. Setelah anak keluar dari barak, dibutuhkan assessmentkembali oleh psikolog untuk mengukur efek pendidikan militer yang telah dilakukan.